Kesempatan Kedua

Masih jelas dalam ingatan, kejadian H+7 lebaran, setahun yang lalu. Setiap detail kejadian tumbukan itu, tak ada sedikit pun hal yang bisa aku lupakan.

04 Agustus 2014, setahun yang lalu. Dalam sebuah siang yang terik, aku memacu kendaraan roda dua dengan cukup tinggi menuju ke arah Cirebon. Aku berusaha mengejar waktu. Maklum, perjalananku dalam mencari printer untuk istriku, menempuh jarak yang cukup jauh. Aku tidak mau kembali ke rumah terlalu larut. Dan lagipula, aku khawatir toko printer yang ku tuju akan tutup ketika aku sampai di sana. Aku tidak mau membuat istriku kecewa.

Matahari sudah mulai mencapai tepat di atas kepalaku, 30 menit lagi, kemungkinan aku akan sampai ke toko yang aku tuju. 500 meter dari posisiku, Aku akan melewati sebuah tempat yang sangat ramai pengunjung, Makam Sunan Gunung Jati. Tempat itu memang selalu ramai pengunjung ketika masuk bulan syawal. Dengan adanya acara syawalan tersebut, jalur menuju Indramayu dipastikan mengalami kemacetan. Apalagi, H+7 merupakan titik puncak arus balik pasca lebaran. Meskipun begitu, aku tidak khawatir karena itu hanya berlaku untuk jalur ke arah Indramayu. Berbeda dengan jalur ke arah Cirebon yang terlihat lengang. Aku pun masih bisa memacu kendaraan matic-ku dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Tepat di depan pom bensin, beberapa ratus meter sebelum Makam Sunan Gunung Jati, sekitar 4 orang polisi berjaga di median jalan. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan. Mereka terlihat berkordinasi dengan polisi yang lain, tapi tidak berinteraksi dengan pengendara yang berlalu lalang. Aku tidak melihat tanda-tanda adanya operasi polisi. Di lajur ke arah Indramayu pun, walaupun terlihat macet, tapi aku tidak melihat adanya polisi lain.

Mencoba untuk mengabaikan aktifitas polisi tersebut, aku pun kembali memacu kendaraanku. Tepat di depanku, ada sebuah mobil kijang tua berwarna merah berpacu dengan kecepatan yang cukup tinggi. Posisinya cukup merepotkan karena menutup pandanganku ke depan. Akhirnya aku memutuskan untuk menyalip kendaraan tersebut.

Sesaat sebelum aku berhasil menyalip mobil tersebut, bunyi sirine polisi terdengar sangat dekat, namun aku tidak mengetahui arah datangnya. Sesaat setelah itu, mobil kijang di depanku tiba-tiba memindahkan haluan ke lajur sebelah kiri, seperti sedang menghindari sesuatu. Tanpa disadari, sebuah motor polisi bergerak berlawanan arah dengan kecepatan cukup tinggi, tepat beberapa meter di depanku. Ternyata bunyi sirine itu datang dari motor polisi tersebut. Polisi tersebut ternyata sedang melakukan penyisiran karena akan dilakukan kontra-flow, sebagai usaha untuk mengurai kemacetan yang terjadi di sekitar situ.

Mempunyai kesempatan kurang dari satu detik untuk menghindar, akhirnya aku mencoba untuk membanting haluan motorku ke arah sebelah kiri. Namun sayang, waktunya tidak cukup sehingga bagian kanan motorku akhirnya tetap berbenturan dengan motor polisi tersebut. Benturan keras tersebut akhirnya membuat tubuhku terpelanting beberapa puluh meter ke depan, dengan kaki dan tangan kanan lebih dulu mencium kerasnya aspal jalanan. Tubuhku pun masih sempat terguling berkali-kali hingga akhirnya berhenti dalam posisi terlentang.

Beberapa detik di udara saat terpelanting sempat membuatku berfikir bahwa ini akan menjadi akhir hidupku jika saja di belakangku ada kendaraan lain yang melintas, lalu menggilas tubuhku. Namun Allah masih mempunyai kehendak lain. Aku merasa bersyukur, setelah tubuhku menggusur ke aspal, nyawa dan tubuhku ternyata masih ada pada posisi yang sama.

Beberapa detik setelahnya, orang-orang di sekitar mulai datang mengerumuniku. Seorang wanita muda berhijab memandangiku dengan wajah yang begitu ketakutan. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhku. Tumbukan itu memang membuat tubuhku terpelanting, namun aku tidak menemukan adanya keanehan kecuali sedikit nyeri pada beberapa bagian tubuh dan sesak nafas. Melihat kondisi kesadaranku yang masih prima, aku masih merasa sedikit bersyukur karena tidak terjadi apa-apa pada kepalaku. Beruntung, helm yang kupakai telah menyelamatkanku dari cedera yang lebih fatal.

Tak berapa lama, ke-empat polisi yang sempat ku lihat di pom bensin datang menghampiri dengan sebuah mobil. Salah seorang dari mereka membuka helm yang melekat di kepalaku. Beberapa polisi lain mencoba mengangkat tubuhku untuk dimasukkan ke dalam mobil, untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Sesaat setelah diangkat, aku baru menyadari bahwa tangan kanan dan kaki kananku tidak ada pada posisi yang semestinya. Tulang pada bagian lengan kanan dan betis kanan patah, namun jari-jarinya masih tetap bisa bergerak.

Aku pun segera dilarikan ke rumah sakit dengan sebuah mobil polisi. Dalam perjalanan, aku didampingi oleh tiga orang. Satu orang warga setempat, duduk menyender di kakiku yang cedera, dan dua orang lagi adalah polisi, satu orang polisi menyetir, satu orang polisi lagi ternyata adalah polisi yang mengalami tumbukan denganku. Kondisinya memang tidak separah seperti yang aku alami.

Selama perjalanan, aku terbaring di atas jok bagian tengah, dengan posisi kaki terlipat. Rasa sakit pada bagian cedera sudah mulai sering terasa. Semakin lama semakin terasa sakit. Apalagi ketika terjadi guncangan pada kendaraan. Ditambah lagi karena ada salah seorang warga penolong yang duduk menyender tepat di kakiku yang patah. Sesekali saya tegur jika dia menyender terlalu kuat. Rasanya begitu sakit sekali.

Sesampainya di Rumah Sakit terdekat, pihak medis segera melakukan proses penanganan pertama pada beberapa bagian tubuhku yang mengalami patah tulang. Beberapa batang penyangga diikatkan di bagian tulang yang patah agar tidak terlalu banyak mengalami goncangan. Setelah penanganan tersebut, rasa sakit pada bagian tulang yang patah berangsur-angsur semakin berkurang.

Setelah itu, pihak polisi dan petugas terkait terlihat berunding untuk menentukan penanganan selanjutnya. Proses yang berjalan hampir satu jam akhirnya menemui jalan buntu karena beberapa kendala administrasi. Akhirnya mereka memutuskan untuk memindahkanku ke rumah sakit lain. Ambulans pun telah disiapkan untuk mengantarku ke sana.

Beberapa puluh menit kemudian, akhirnya aku sampai juga ke rumah sakit yang baru. Sesaat setelah sampai, aku mendapat penanganan yang lebih detail dari penanganan di rumah sakit sebelumnya. Sebelum dilakukan diagnosa lebih lanjut, seluruh helai pakaian yang aku kenakan harus dilepaskan semua, kecuali celana dalam. Petugas medis melaporkan adanya beberapa luka luar yang terjadi di bagian kelingking kanan, paha dan beberapa bagian di betis kanan. Beberapa luka bahkan terlihat parah sehingga harus dijahit.

Berdasarkan keterangan dari petugas medis, cedera terparah memang terletak di bagian betis kanan. Selain kondisi luka luar yang parah dengan pendarahan yang begitu banyak, kondisi tulang pun ternyata mengalami patah dengan kondisi kompleks. Tulang betis (yang kecil) patah di dua titik sehingga membagi tulang menjadi tiga bagian, sedangkan tulang kering (yang besar) patah di satu titik, dengan tulang kering bagian bawah terbelah menjadi dua bagian. Sedangkan bagian lengan kanan hanya patah di satu titik saja.

Setelah kondisi sudah mulai kondusif, dan penanganan pertama sudah selesai, aku pun meminta tolong kepada warga yang sejak tadi menemaniku, agar bersedia meminjamkan hape-nya. Hape punyaku sudah terlempar entah kemana berikut dengan daftar buku telepon yang ada di dalamnya. Untung saja aku masih ingat nomor istriku, satu-satunya nomor telepon yang bener-bener ku ingat. Pertama-tama, aku ingin memberi kabar kecelakaan ini kepada istriku. Kemudian meminta tolong istri untuk mengabari anggota keluarga lain, termasuk orang tuaku.

Sore harinya, Papa ku datang ke rumah sakit. Tugas warga yang menemaniku otomatis selesai setelah Papa datang. Beliau pun pamit untuk pulang. Malamnya, istri dan anakku beserta kedua mertuaku datang menyusul ke rumah sakit. Semua anggota keluarga terpukul dan seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi kepadaku, terlebih lagi istriku. Dalam benaknya, mungkin dia merasa bersalah karena terus-terusan merengek ingin dibelikan printer. Aku mencoba menenangkan kondisi dan meyakinkan semua orang bahwa aku akan baik-baik saja.

Tak ada satu pihak pun yang pantas ku salahkan dengan kejadian itu. Bukan pak polisi itu, bukan pengunjung Makam, bukan juga istriku. Bahkan Tuhan pun tidak ingin ku salahkan atas kejadian ini. Tak ada satu pun manfaat dan pelajaran yang kita peroleh dari suatu kejadian, jika kita selalu menyalahkan orang lain atas kejadian buruk yang telah kita alami.

Apa yang terjadi kepadaku saat ini hakekatnya adalah buah dari apa yang sudah aku perbuat di waktu yang lalu. Bisa jadi ini terjadi karena aku kurang hati-hati dalam berkendara, tidak fokus, atau aku mungkin memacu kendaraan terlalu cepat. Atau mungkin karena aku melakukan beberapa kesalahan di masa lalu yang membuatku harus membayar, dengan cara seperti ini. Yang pasti, Allah ingin aku belajar sesuatu dari kejadian ini. Aku yakin, jika aku berhasil melewati ini semua, aku akan menjadi orang yang lebih baik dan lebih kuat dari sebelumnya.

Selain karena merasa sedih dan sedikit takut dengan kejadian ini, satu hal positif yang aku tahu, bahwa aku masih memiliki satu rasa bersyukur. Karena ketika aku melakukan begitu banyak kesalahan di masa lalu, Allah memberikan kesempatan untuk membayar kesalahan itu di dunia. Insyaallah dengan cobaan ini, Allah sedang mengampuni sedikit demi sedikit dosa-dosa yang sudah aku perbuat di masa lalu, amien!

Aku meyakinkan diriku dan istriku, bahwa ini bukan hanya cobaan buat diriku, tapi untuk dia dan orang-orang di sekitarku juga. Mudah-mudahan kita bisa lulus dari cobaan ini bersama-sama, tanpa ada satu pun yang kurang. Allah akan selalu bersama kita dan orang-orang yang tidak berputus asa.

3 thoughts on “Kesempatan Kedua

  1. pengalaman yang mengharukan bagi keluarga pastinya, bagi kita mungkin bukan apa-apa tapi ada keluarga yang sangat menghawatirkan.
    tetap hati hati dijalan dan fokus ketika berkendara merupakan salah satu tips aman berkendara. malah sering saya lihat masih ada saja orang yang berkendara (motor) yang sambil mendengarkan musik dengan headsetnya, gan

    Like

    1. Iya, gan. Hati-hati itu mungkin satu pesan yang wajib untuk selalu kita pegang, karena walaupun kita sendiri sudah benar dalam berkendara, belum tentu orang lain memahami dan benar-benar taat pada peraturan. Tapi ane masih beruntung dan patut bersyukur karena masih bisa dikasih kesempatan kedua, tanpa ada kurang sedikit pun.

      Like

  2. Duhh.. masih ingaat boss yaah.. kejadiaan setahun yang lalu… memang salah satu kejadian yang ga mungkin bisaa dilupakan seumur hidup.. yang penting saat ini masih diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dimasa lalu boss.. dan allhamdullilah masih diberikan waktu menikmati waktu bersama keluargaa tercinta.. bisa mengambil hikmah dari kejadian kemarin boss untuk lebih berhati hati dan waspada.. semogaa kesehatan semakin membaik bisaa fight lagi boss yaah… amiiinn ๐Ÿ˜„๐Ÿ˜„๐Ÿ˜„๐Ÿ˜„๐Ÿ˜„

    Like

Leave a comment